PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA

NAMA NPM
AWALLIN
OKTAVIA T. S 21213524
INDRA
KRISTYANTI 24213392
PUTRI
ANDINY 26213995
ROSITA
NURHAYATI 28213099
SELVIYANTI
FEBRIARDI 28213363
Universitas Gunadarma
Fakultas Ekonomi - Akuntansi
ATA 2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa yang telah mengkaruniakan
segalanya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Perekonomian
Indonesia ini dengan ruang lingkup pembahasan tentang “Perkembangan Perekonomian Indonesia”. Adapun tujuan dibuatnya
tugas makalah ini adalah agar mahasiswa mengetahui tentang sejarah perkembangan
perekonomian Indonesia sejak masa Penjajahan hingga Reformasi.
Banyak kesulitan dan hambatan yang
penulis hadapi dalam membuat tugas makalah ini. Dengan adanya dorongan ,
bimbingan , dan bantuan dari semua pihak sehingga penulis mampu memyelesaikan
tugas makalah ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini . Semoga bantuannya mendapat
balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materi-nya.
Kritik dan Saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah
ini selanjutnya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ......................................................................................................ii
DAFTAR
ISI ................................................................................................................. .iii
BAB
I PENDAHULUAN ............................................................................................... 4
1.1. Latar
Belakang Masalah........................................................................................4
1.2. Rumusan
Masalah.................................................................................................4
1.3. Tujuan................................................................................................................... 4
BAB
II PEMBAHASAN
............................................................................................... 5
2.1 Perkembangan
Ekonomi Indonesia Masa Penjajahan......................................... 5
2.2 Perkembangan
Ekonomi Indonesia Masa Orde Lama........................................ 7
2.3 Perkembangan
Ekonomi Indonesia Masa Orde Baru..........................................9
2.4 Perkembangan
Ekonomi Indonesia Masa Reformasi..........................................11
BAB
III PENUTUP ........................................................................................................14
3.1 Kesimpulan .........................................................................................................14
DAFTAR
PUSTAKA ......................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG MASALAH
Sudah hampir
69 tahun Indonesia merdeka, akan tetapi kondisi perekonomian Indonesia tidak
juga membaik. Masih terdapat ketimpangan ekonomi, tingkat kemiskinan dan tingkat
pengangguran masih tinggi, serta pendapatan per kapita yang masih rendah. Untuk
dapat memperbaiki sistem perekonomian di Indonesia, kita perlu mempelajari
sejarah tentang perekonomian Indonesia dari masa penjajahan hingga masa
reformasi. Dengan mempelajari sejarahnya, kita dapat
mengetahui kebijakan-kebijakan ekonomi apa saja yang sudah diambil
pemerintah dan bagaimana dampaknya terhadap perekonomian Indonesia serta dapat
memberikan kontribusi untuk mengatasi permasalah ekonomi yang ada.
1.2
RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimanakah keadaan ekonomi dijaman
sebelum Indonesia merdeka? Apakah dijaman tersebut perekonomian Indonesia
berjalan lancar?
2. Setelah
Indonesia merdeka, apakah Indonesia mengalami kemerosotan ekonomi? Apa saja
yang membuat ekonomi Indonesia semakin terpuruk di masa Orde Lama?
3. Mengapa
pada masa Orde Baru, perekonomian Indonesia masih tidak baik? Kebijakan apa
saja yang telah dibuat untuk memperbaiki perekonomian di Orde Baru?
4. Mengapa
kebijakan yang dibuat pada masa Reformasi masih menimbulkan kontroversi? Apa
yang membuatnya masih kontroversional?
1.3
TUJUAN
1. Untuk
mengetahui keadaan perekonomian Indonesia dijaman sebelum kemerdekaan.
2. Untuk
mengetahui tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki ekonomi di Indonesia pada
masa Orde Lama.
3. Untuk
mengetahui kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan Indonesia demi
menstabilisasi keadaan ekonomi yang ada dimasa Orede Baru
4. Untuk
mengetahui tindakan yang selanjutnya diambil setelah mengetahui masalah
perekonomian di masa Reformasi yang sangat menentukan masa depan perekonomian
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PERKEMBANGAN
EKONOMI INDONESIA MASA PENJAJAHAN
A.
Perekonomian Indonesia di Zaman Raja-Raja
Ciri yang menunjukan kejayaan
perekonomian Indonesia adalah munculnya imperium kerajaan. Letak Indonesia yang
strategis juga menjadi faktor utama terlaksananya perekonomian Indonesia. Letak
Indonesia yang dihimpit oleh dua benua, Asia dan Eropa, dan dua samudra,
Pasifik dan Hindia menjadi keberuntungan tersendiri karena posisi tersebut
menjadi tempat pelayaran niaga antar benua. Perdagangan dari
peradaban-peradaban besar seperti Cina, Romawi, dan Mesir membangkitkan
semangat para penduduk pribumi untuk berdagang. Pada saat itu, mulai
diperkenalkannya uang berupa koin dan emas untuk menunjang perekonomian. Perekonomian
Indonesia semakin melesat setelah ditemukannya komoditi yang memiliki nilai
besar seperti rempah-rempah.
B.
Perekonomian Indonesia di Zaman Kolonial
Masa Pendudukan Belanda
Pada masa
penjajahan, Indonesia menerapkan sistem perekonomian monopolis. VOC adalah
lembaga yang menguasai perdagangan Indonesia saat itu. Pada masa VOC berkuasa,
mereka menerapkan peraturan dan strategi agar mereka tetep menguasai
perekonomian Indonesia. VOC juga menjaga agar harga rempah-rempah tetap tinggi.
Semua aturan itu pada umumnya hanya diterapkan di Maluku yang memang sudah
diisolasi oleh VOC. Untuk mempermudah aksinya di Hindia Belanda, VOC diberi hak
Octrooi, yang antara lain meliputi :
1. Hak mencetak uang
2. Hak mengangkat dan memberhentikan
pegawai
3. Hak menyatakan perang dan damai
4. Hak untuk membuat angkatan
bersenjata sendiri
5. Hak untuk membuat perjanjian dengan
raja-raja
Sejak tahun
1620, VOC hanya menguasai komoditi-komoditi ekspor sesuai permintaan pasar di
Eropa, yaitu rempah-rempah. Pada tahun 1795, VOC bubar karena dianggap gagal
dalam mengeksplorasi kekayaan Hindia Belanda. Kegagalan itu nampak pada
defisitnya kas VOC, yang antara lain disebabkan oleh :
a. Peperangan yang terus-menerus
dilakukan oleh VOC dengan menggunakan tentara sewaan sangat membutuhkan biaya
yang tidak sedikit.
b. Korupsi yang dilakukan pegawai VOC
sendiri. Pembagian dividen kepada para pemegang saham, walaupun kas sudah defisit.
Masa Pendudukan Inggris
Inggris
berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang telah hampir dua abad diterapkan
oleh Belanda dengan menerapkan Landrent
(pajak tanah). Dengan diterapkannya
pajak tanah, penduduk pribumi akan memiliki uang untuk membeli barang produk
Inggris atau yang diimpor dari India. Inilah imperialisme modern yang
menjadikan tanah jajahan tidak sekedar untuk dieksplorasi kekayaan alamnya,
tapi juga menjadi daerah pemasaran produk dari negara penjajah. Namun, sistem
yang diterapkan Inggris pun mengalami kegagalan. Sebab-sebab kegagalan tersebut
antara lain :
a. Masyarakat Hindia Belanda pada
umumnya buta huruf dan kurang mengenal uang, apalagi untuk menghitung luas
tanah yang kena pajak.
b. Pegawai pengukur tanah dari Inggris
jumlahnya terlalu sedikit sehingga tidak efektif dan efisien.
c. Kebijakan ini kurang didukung
raja-raja dan para bangsawan, karena
Inggris tak mau mengakui suksesi jabatan secara turun-temurun.
Masa Cultuurstelsel
Cultuurstelstel
(sistem tanam paksa) mulai diberlakukan pada tahun 1836 atas inisiatif Van Den
Bosch. Tujuannya adalah untuk memproduksi berbagai komoditi yang ada
permintaannya di pasaran dunia. Sejak saat itu, diperintahkan pembudidayaan
produk-produk selain kopi dan rempah-rempah, yaitu gula, nila, tembakau, teh,
kina, karet, kelapa sawit, dll. Sistem ini jelas menekan penduduk pribumi, tetapi
amat menguntungkan bagi Belanda, apalagi bila dipadukan dengan sistem
konsinyasi (monopoli ekspor). Namun dilihat dari segi positifnya, masyarakat
Indonesia mulai mengenal tata cara menanam tanaman komoditas ekspor yang pada
umumnya bukan tanaman asli Indonesia, serta masuknya ekonomi uang di pedesaan yang memicu
meningkatnya taraf hidup mereka.
Sistem Ekonomi Pintu Terbuka
Adanya
dorongan dari kaum humanis Belanda yang menginginkan perubahan nasib warga
pribumi ke arah yang lebih baik, mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk
mengubah kebijakan ekonominya. Hal ini nampaknya juga masih tak lepas dari
teori-teori mazhab klasik, antara lain terlihat pada :
a. Keberadaan pemerintah Hindia Belanda
sebagai tuan tanah; Pihak swasta sebagai pengelola perkebunan swasta sebagai
golongan kapitalis, dan masyarakat pribumi sebagai buruh penggarap tanah.
b. Prinsip keuntungan absolut : Bila di
suatu tempat harga barang berada diatas ongkos tenaga kerja yang dibutuhkan,
maka pengusaha memperoleh laba yang besar dan mendorong mengalirnya faktor
produksi ke tempat tersebut.
c. Laissez faire laissez passer,
perekonomian diserahkan pada pihak swasta, walau pemerintah Belanda masih
memegang peran yang besar sebagai penjajah yang sesungguhnya.
Pada
akhirnya, sistem ini bukannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi,
tapi malah menambah penderitaan, terutama bagi para kuli kontrak yang pada
umumnya tidak diperlakukan layak.
Masa pendudukan Jepang
Pemerintah
militer Jepang menerapkan suatu kebijakan pengerahan sumber daya ekonomi
mendukung gerak maju pasukan Jepang dalam perang Pasifik. Sebagai akibatnya,
terjadi perombakan besar-besaran dalam struktur ekonomi masyarakat.
Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan,
karena produksi bahan makanan untuk memasok pasukan militer dan produksi minyak
jarak untuk pelumas pesawat tempur menempati prioritas utama. Impor dan ekspor
macet, sehingga terjadi kelangkaan tekstil yang sebelumnya didapat dengan jalan
impor. Seperti ini lah sistem sosialis ala bala tentara Dai Nippon. Segala hal
diatur oleh pusat guna mencapai kesejahteraan bersama yang diharapkan akan
tercapai seusai memenangkan perang Pasifik.
2.2
PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA MASA
ORDE LAMA
Masa pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Pada masa
awal kemerdekaan, keadaan ekonomi Indonesia sangat buruk, yang antara lain
disebabkan oleh :
1. Inflasi yang sangat tinggi, hal ini
disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali.
Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang
yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De
Javashe Bank ,mata uang pemerintah Hindia Belanda ,dan mata uang pendudukan
Jepang. Pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies /pasukan sekutu)
mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada
bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI
(Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah
uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
2. Adanya blockade ekonomi oleh Belanda
sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
3. Kas Negara kosong.
4. Eksploitasi besar-besaran di masa
penjajahan
Usaha-usaha yang dilakukan untuk
mengatasi kesulitan ekonomi,antara lain :
1. Program Pinjaman Nasional
dilaksanakan oleh menteri keuangan IR. Surachman pada bulan Juli 1946.
2. Upaya menembus blockade dengan
diplomasi beras ke India (India merupakan Negara yang mengalami nasib yang sama
dengan Indonesia yaitu sama-sama pernah dijajah, Indonesia menawarkan bantuan
berupa padi sebanyak 500.000 ton dan India menyerahkan sejumlah obat-obatan
kepada Indonesia),mengadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan
menembus blockade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
3. Konferensi Ekonomi Februari 1946
dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi
masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi
makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
4. Pembentukan Planning Board (Badan
Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947 Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan
Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang
produktif.
5. Kasimo Plan yang intinya mengenai
usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis.
Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (mengikuti
Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Permasalah
ekonomi yang dihadai oleh bangsa Indonesia masih sama seperti sebelumnya.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
1. Program Benteng (Kabinet Natsir),
yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional
agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang
tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta
memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat
berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal,
karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing
dengan pengusaha non-pribumi. Pada kabinet ini untuk pertama kalinya terumuskan
suatu perencanaan pembangunan yang disebut Rencana Urgensi Perekonomian (RUP)
2. Nasionalisasi De Javasche Bank
menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan
fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi. (Kabinet Sukiman).
3. Sistem Ekonomi Ali (kabinet Ali
Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan
kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi
diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah
menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini
tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman,
sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
(Kabinet ini sangat melindungi importer pribumi, sangat berkeinginan mengubah
perekonomian dari struktur colonial menjadi nasional)
4. Persetujuan Finansial Ekonomi (Finek) pada masa
pemerintahan kabinet Burhanuddin Harahap dikirimkan suatu delegasi ke Jenewa
untuk merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan
pihak Belanda. Misi yang dipimpin oleh Anak Agung Gede Agung pada tanggal 7
Januari 1956 dicapai kesepakatan sebagai berikut:
a.
Persetujuan
Finek hasil KMB dibubarkan.
b.
Hubungan
Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.
c.
Hubungan
Finek didasarkan pada Undang-Undang Nasional, tidak boleh diikat oleh
perjanjian lain antara kedua belah pihak.
Karena
pemerintah Belanda tidak mau menandatangani persetujuan ini, maka pemerintah RI
mengambil langkah sepihak. Pada tanggal 13 Februari 1956, Kabinet Burhanuddin
Harahap melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak. Hal ini
dimaksudkan untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda.
Sebagai tindak lanjut daripembubaran uni tersebut, pada tanggal 3 Mei 1956
Presiden Soekarno menandatangani undang-undang pembatalan KMB. Akibatnya,
banyak pengusaha-pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan
pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan-perusahaan Belanda
tersebut.
5. Rencana Pembangunan Lima tahun (RPLT) pada
masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintah membentuk Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Ir. Djuanda diangkat
sebagai menteri perancang nasional. Pada bulan Mei 1956, Biro ini berhasil
menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan
dilaksanakan antara tahun 1956-1961. Rencana Undang-Undang tentang rencana
Pembangunan ini disetujui oleh DPR pada tanggal 11 November 1958. Pembiayaab
RPLT ini diperkirakan mencapai Rp. 12,5 miliar. RPLT ini tidak dapat berjalan
dengan baik disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
a. Adanya
depresi ekonomi Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan awal
tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.
b. Perjuangan
pembebasan Irian Barat dengan melakukan Nasionalisasi perusahaan-perusahaan
Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
c. Adanya
ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan
kebijakannya masing-masing.
6.
Musyawarah Nasional
Pembangunan (Munap). Ketegangan antara pusat dan daerah pada masa
Kabinet Djuanda untuk sementara waktu dapat diredakan dengan diadakan
Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Ir. Djuanda sebagai Perdana Menteri
memberikan kesempatan kepada Munap untuk mengubah rencana pembangunan itu agar
dapat dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Akan
tetapi, rencana pembangunan ini tidak dapat berjalan dengan baik karena
menemukan kesulitan dalam menemukan prioritas. Selain itu ketegangan politik
yang tak bisa diredakan juga mengakibatkkan pecahnya pemberontakan
PRRI/Permesta. Untuk mengatasi pemberontakan ini diperlukan biaya yang sangat
besar sehingga emningkatkan defisit. Sementara itu ketegangan politik antara
Indonesia dengan Belanda menyangkut Irian Barat juga memuncak menuju
konfrontasi bersenjata.
Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai
akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem
demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem
etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan
akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan
ekonomi. Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di
masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
1. Devaluasi yang diumumkan pada 25
Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut : Uang kertas pecahan Rp 500
menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp.1000 menjadi Rp.100, dan semua simpanan
di bank yang melebihi Rp.25.000 dibekukan.
2. Pembentukan Deklarasi Ekonomi
(Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin.
Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia.
Bahkan pada 1961-1962 harga barang-barang naik 400%.
3. Devaluasi yang dilakukan pada 13
Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp.1000 menjadi Rp. 1. Sehingga uang
rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat
uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan
pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
2.3 PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA MASA ORDE
BARU
Prioritas yang dilakukan adalah
pengendalian inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Modal asing mulai
masuk sehingga industrialisasi mulai dikerjakan dan Rencana Pembangunan Lima
Tahun (REPELITA) yang pertama dibuat tahun 1968. Pada tahun 1970-an dan awal
1980-an harga minyak bumi melonjak tinggi di pasar dunia sehingga Orde Baru
mampu membangun dan mengendalikan inflasi serta membuat pertumbuhan ekonomi
yang cukup tinggi.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak
membuat rakyatnya bebas dari kemiskinan dikarenakan pertumbuhan ekonomi yang
hanya dinikmati segelintir orang saja. Dampak negatif kondisi ekonomi Indonesia
pada masa Orde Baru antara lain :
a. Ketergantungan terhadap
Minyak dan Gas Bumi (Migas). Migas merupakan salah satu sumber pendapatan utama
bagi anggaran belanja negara. Jadi harga Migas sangat berpengaruh bagi
pendapatan negara sehingga turunnya harga minyak mengakibatkan menurunnya
pendapatan negara.
b. Ketergantungan terhadap
Bantuan Luar Negeri. Akibat berkurangnya pendapatan dari Migas, pemerintah
melakukan penjadualan kembali proyek – proyek pembangunan yang ada, terutama
yang menggunakan valuta asing. Mengusahakan peningkatan ekspor komoditi non
migas dan terakhir meminta peningkatan pinjaman luar negeri kepada negara –
negara maju. Tahun 1983, Indonesia negara ketujuh terbesar dalam jumlah hutang
dan tahun 1987 naik ke peringkat keempat. Ironisnya, di tahun 1986/87, sebanyak
81% hutang yang diperoleh untuk membayar hutang lama ditambah bunganya.
Akhir 1970-an, proses pembangunan di
Indonesia mengalami “non market failure” sehingga banyak kerepotan dalam proses
pembangunan, misalnya merebaknya kemiskinan dan meluasnya kesenjangan
pendapatan, terutama disebabkan oleh “market failure”.
Mendekati pertengahan 1980-an, terjadi
kegagalan pemerintah (lembaga non pasar) dalam menyesuaikan mekanisme
kinerjanya terhadap dinamika pasar. Ekonomi Indonesia menghadapi tantangan
berat akibat kemerosotan penerimaan devisa dari ekspor minyak bumi pada awal
1980-an. Kebijakan pembangunan Indonesia yang diambil dikenal dengan sebutan
“structural adjustment” dimana ada 4 jenis kebijakan penyesuaian sebagai
berikut :
a. Program stabilisasi
jangka pendek atau kebijakan manajemen permintaan dalam bentuk kebijakan
fiskal, moneter dan nilai tukar mata uang dengan tujuan menurunkan tingkat
permintaan agregat. Dalam hal ini pemerintah melakukan berbagai kebijakan
mengurangi defisit APBN dengan memotong atau menghapus berbagai subsidi,
menaikkan suku bunga uang (kebijakan uang ketat) demi mengendalikan inflasi,
mempertahankan nilai tukar yang realistik (terutama melalui devaluasi September
1986).
b. Kebijakan struktural
demi peningkatan output melalui peningkatan efisiensi dan alokasi sumber daya
dengan cara mengurangi distorsi akibat pengendalian harga, pajak, subsidi dan
berbagai hambatan perdagangan, tarif maupun non tarif. Kebijakan “Paknov 1988”
yang menghapus monopoli impor untuk beberapa produk baja dan bahan baku penting
lain, telah mendorong mekanisme pasar berfungsi efektif pada saat itu.
c. Kebijakan peningkatan
kapasitas produktif ekonomi melalui penggalakan tabungan dan investasi.
Perbaikan tabungan pemerintah melalui reformasi fiskal, meningkatkan tabungan
masyarakat melalui reformasi sektor finansial dan menggalakkan investasi dengan
cara memberi insentif dan melonggarkan pembatasan.
d. Kebijakan menciptakan
lingkungan legal yang bisa mendorong agar mekanisme pasar beroperasi efektif
termasuk jaminan hak milik dan berbagai tindakan pendukungnya seperti reformasi
hukum dan peraturan, aturan main yang menjamin kompetisi bebas dan berbagai
program yang memungkinkan lingkungan seperti itu.
Dampak dari kebijakan tersebut cukup
meyakinkan terhadap ekonomi makro, seperti investasi asing terus meningkat,
sumber pendapatan bertambah dari perbaikan sistem pajak, produktivitas industri
yang mendukung ekspor non-migas juga meningkat. Namun hutang Indonesia membengkak
menjadi US$ 70,9 milyar. Hutang inilah sebagai salah satu faktor penyebab
Pemerintahan Orde Baru runtuh.
Pemerintahan Orde Baru membangun ekonomi
hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pengendalian inflasi
tanpa memperhatikan pondasi ekonomi yang memberikan dampak sebagai berikut:
a. Kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) bangsa Indonesia, sebagai salah satu faktor produksi, tidak
disiapkan untuk mendukung proses industrialisasi.
b. Barang – barang impor
(berasal dari luar negeri) lebih banyak digunakan sebagai bahan baku dalam
proses industri sehingga industri Indonesia sangat bergantung pada barang impor
tersebut.
c. Pembangunan tidak
didistribusikan merata ke seluruh wilayah Indonesia dan ke seluruh rakyat Indonesia
sehingga hanya sedikit elit politik dan birokrat serta pengusaha – pengusaha
Cina yang dekat dengan kekuasaan saja yang menikmati hasil pembangunan.
2.4
PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA MASA
REFORMASI
Pemerintahan
reformasi diawali pada tahun 1998. Peristiwa ini dipelopori oleh ribuan
mahasiswa yang berdemo menuntut presiden Soeharto untuk turun dari jabatannya
dikarenakan pemerintahan Bapak Soerhato dianggap telah banyak merugikan Negara
dan banyak yang melakukan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Tahun 1998
merupakan tahun terberat bagi pembangunan ekonomi di Indonesia sebagai akibat
krisis moneter di Asia yang dampaknya sangat terasa di Indonesia. Nilai
rupiah yang semula 1 US$ senilai Rp. 2.000,- menjadi sekitar Rp. 10.000,-
bahkan mencapai Rp. 12.000,- (5 kali lipat penurunan nilai rupiah terhadap
dolar). Artinya, nilai Rp. 1.000.000,- sebelum tahun 1998 senilai dengan 500
US$ namun setelah tahun 1998 menjadi hanya 100 US$. Hutang Negara Indonesia
yang jatuh tempo saat itu dan harus dibayar dalam bentuk dolar, membengkak
menjadi lima kali lipatnya karena uang yang dimiliki berbentuk rupiah dan harus
dibayar dalam bentuk dolar Amerika. Ditambah lagi dengan hutang swasta yang
kemudian harus dibayar Negara Indonesia sebagai syarat untuk mendapat pinjaman
dari International Monetary Fund (IMF). Tercatat hutang Indonesia membengkak
menjadi US$ 70,9 milyar (US$20 milyar adalah hutang komersial swasta). Pemerintahan reformasi dari tahun 1998 sampai
sekarang sudah mengalami beberapa pergantian presiden, antara lain yaitu:
Bapak B.J Habibie (21 Mei 1998 – 20
Oktober 1999)
Pada saat
pemerintahan presdiden B.J Habibie yang mengawali masa reformasi belum
melakukan perubahan-perubahan yang cukup berarti di bidang ekonomi.
Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk menstabilkan keadaan politik di
Indonesia. Presiden B.J Habibie jatuh dari pemerintahannya karena melepaskan
wilayah Timor-timor dari Wilayah Indonesia melalui jejak pendapat.
Bapak Abdurrahman Wahid (20 Oktober
1999-23 Juli 2001)
Pada masa
kepemimpinan presiden Abdurrahman wahid pun belum ada tindakan yang cukup
berati untuk menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan. Kepemimpinan Abdurraman
Wahid berakhir karena pemerintahannya mengahadapi masalah konflik antar
etnis dan antar agama.
Ibu Megawati (23 Juli 2001-20
Oktober 2004)
Masa
kepemimpinan Megawati mengalami masalah-masalah yang mendesak yang harus
diselesaikan yaitu pemulihan ekonomi dan penegakan hokum. Kebijakan-kebijakan
yang ditempuh untuk mengatasai persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
a. Meminta penundaan pembayaran utang
sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan
pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun
b. Kebijakan privatisasi BUMN.
Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan
tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik
dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan
ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi,
karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing. Megawati bermaksud
mengambil jalan tengah dengan menjual beberapa asset Negara untuk membayar
hutang luar negeri. Akan tetapi, hutang Negara tetap saja menggelembung karena
pemasukan Negara dari berbagai asset telah hilang dan pendapatan Negara menjadi
sangat berkurang.
Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (20
Oktober 2004-sekarang)
Masa
kepemimpinan SBY terdapat kebijakan yang sikapnya kontroversial yaitu:
a. Mengurangi subsidi BBM atau dengan
kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh naiknya
harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke sector pendidikan dan
kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung kesejahteraan masyarakat.
b. Kebijakan kontroversial pertama itu
menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT)
bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan
pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
c. Mengandalkan pembangunan
infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang
investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah
diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu,
yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepaladaerah. Investasi
merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari
kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi
investor, terutama investor asing, yang salah satunya adalah revisi
undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di
Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
d. Lembaga kenegaraan KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) yang dijalankan pada pemerintahan SBY mampu
memberantas para koruptor tetapi masih tertinggal jauh dari jangkauan
sebelumnya karena SBY menerapkan sistem Soft Law bukan Hard Law. Artinya
SBY tidak menindak tegas orang-orang yang melakukan KKN sehingga banyak terjadi
money politic dan koruptor-koruptor tidak akan jera dan banyak yang mengulanginya.
Dilihat dari semua itu Negara dapat dirugikan secara besar-besaran dan sampai
saat ini perekonomian Negara tidak stabil.
e. Program konversi bahan bakar minyak
ke bahan bakar gas dikarenakan persediaan bahan bakar minyak semakin menipis
dan harga di pasaran tinggi.
f. Kebijakan impor beras, tetapi
kebijakan ini membuat para petani menjerit karena harga gabah menjadi anjlok
atau turun drastis
Pada tahun
2006 Indonesia melunasi seluruh sisa hutang pada IMF (International Monetary
Fund). Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti
agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk
berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa
kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah
penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05
juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara
lain karena pengucuran kredit perbankan ke sektor riil masih sangat kurang
(perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sektor riil
kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Pengeluaran Negara pun juga
semakin membengkak dikarenakan sering terjadinya bencana alam yang menimpa
negeri ini.
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Perekonomian Indonesia
sejak masa penjajahan hingga masa
reformasi masih mengalami beberapa gejolak. Perekonomian Indonesia masih jatuh
bangun. Hal itu dapat dilihat dari :
1.
Tingkat kemiskinan yang masih tinggi
2.
Masih terjadi kesenjangan ekonomi antara
penduduk yang miskin dan kaya. “Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin
miskin.”
3.
Tingkat pengangguran masih tinggi
dikarenakan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia tidak sebanding dengan
jumlah angkatan kerja
4.
Maraknya para koruptor karena hukum di
negeri ini kurang tegas dan masih mudah dijadikan bahan penyelewengan
(Indonesia termasuk dalam 5 terbesar Negara terkorup didunia)
5.
Nilai rupiah terhadap dolar masih sekitar
Rp 9.000-Rp 12.000
6.
Masih memiliki hutang ke luar negeri
Kebijakan-kebijakan yang
telah dibuat di masa Reformasi diharapkan semakin membuat perekonomian
Indonesia menjadi maju karena seharusnya pemerintahan masa Reformasi sudah
belajar dari kesalahan di masa-masa sebelumnya. Pemberantasan Korupsi semakin
ditingkatkan dan para pejabat negara perlu menyadari bahwa hutang Indonesia
terhadap Luar Negeri masih sangat banyak. Kesenjangan sosial pun perlu
dihilangkan. Para calon legislatif atau calon wakil rakyat jangan hanya
mengumbar janji mengenai kesejahteraan perekonomian masyarakat, tetapi harus
melakukan aksi tindakan yang nyata.
DAFTAR PUSTAKA
Tambunan,
Tulus T. H (2011), Kajian Teoretis dan Analisis Empiris:Ghalia Indonesia.
Dumairy, Perekonomian
Indonesia, Erlangga, Jakarta, 1996.
Mustofo, Habib dkk. 2006. Sejarah XII Untuk Program IPS. Jakarta;
Yudhistira.
http://akirawijayasaputra.wordpress.com : Persamaan dan Perbedaan Kebijakan
Ekonomi Pada masa Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi
http://anggion7.blogspot.com :
Sejarah Ekonomi Indonesia Sejak Orde Lama
http://lisnaaswida.blogspot.com
: Sejarah Ekonomi Indonesia
http://militanindonesia.org :
Teori Ekonomi – Sejarah Perkembangan Kapitalisme Indonesia