Minggu, 31 Mei 2015

PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA


Pengertian konsumen
Konsumen secara harfiah memiliki arti, orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu, atau sesuatu atau sese orang yangmenggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang. Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mendefinisikan konsumen sebagai setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Berdasarkan dari pengertian tersebut, yang dimaksud konsumen orang yang berststus sebagai pemakai barang dan jasa.
Dasar Hukum Perlindungan Konsumen
Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan penuh optimisme. Hukum Perlindungan Konsumen merupakan cabang dari Hukum Ekonomi. Alasannya, permasalahan yang diatur dalam hukum konsumen berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan barang / jasa. Pada tanggal 30 Maret 1999, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perlindungan konsumen untuk disahkan oleh pemerintah setelah selama 20 tahun diperjuangkan. RUU ini sendiri baru disahkan oleh pemerintah pada tanggal 20 april 1999.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
  • Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
  • Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
  • Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
  • Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
  • Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
  • Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
  • Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
Dengan diundang-undangkannya masalah perlindungan konsumen, dimungkinkan dilakukannya pembuktian terbalik jika terjadi sengketa antara konsumen dan pelaku usaha. Konsumen yang merasa haknya dilanggar bisa mengadukan dan memproses perkaranya secara hukum di badan penyelesaian sengketa konsumen (BPSK).
Dasar hukum tersebut bisa menjadi landasan hukum yang sah dalam soal pengaturan perlindungan konsumen. Di samping UU Perlindungan Konsumen, masih terdapat sejumlah perangkat hukum lain yang juga bisa dijadikan sebagai sumber atau dasar hukum sebagai berikut :
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli
2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
  •  Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pemerintah Kota Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kota Makassar.
  • Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 302/MPP/KEP/10/2001 tentang Pendaftaran Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
  •  Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 605/MPP/KEP/8/2002 tentang Pengangkatan Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pada Pemerintah Kota Makassar, Kota Palembang, Kota Surabaya, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, dan Kota Medan.
Ada dua jenis perlindungan yang diberikan kepada konsumen, yaitu :
1. Perlindungan Priventif
Perlindungan yang diberikan kepada konsumen pada saat konsumen tersebut akan membeli atau menggunakan atau memanfaatkan suatu barang dan atau jasa tertentu, mulai melakukan proses pemilihan serangkaian atau sejumlah barang dan atau jasa tersebut dan selanjutnya memutuskan untuk membeli atau menggunakan atau memanfaatkan barang dan jasa dengan spesifikasi tertentu dan merek tertentu tersebut.
2. Perlindungan Kuratif
Perlindungan yang diberikan kepada konsumen sebagai akibat dari penggunaan atau pemanfaatan barang atau jasa tertentu oleh konsumen. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa konsumen belum tentu dan tidak perlu, serta tidak boleh dipersamakan dengan pembeli barang dan atau jasa, meskipun pada umumnya konsumen adalah mereka yang membeli suatu barang atau jasa. Dalam hal ini seseorang dikatakan konsumen, cukup jika orang tersebut adalah pengguna atau pemanfaat atau penikmat dari suatu barang atau jasa, tidak peduli ia mendapatkannya melalui pembelian atau pemberian.
Tujuan perlindungan konsumen diantaranya adalah :
  • Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
  • Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan jasa.
  • Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
  • Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
  • Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
  • Meningkatkan kualitas barang dan jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
Asas-asas dalam perlindungan konsumen yaitu :
  • Asas Manfaat.
Untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
  • Asas Keadilan.
Agar partisipasi seluruh masyarakat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
  • Asas Keseimbangan.
Untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materil atau pun spiritual.
  • Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen.
Untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan jasa yang digunakan.
  • Asas Kepastian Hukum.
Agar baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Sebelum terbentuknya undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini, telah ada beberapa undang-undang yang materinya lebih khusus dalam melindungi kepentingan konsumen dalam satu hal, seperti undang-undang yang mengatur mengenai hak-hak atas kekayaan intelektual yaitu tentang Paten, Merek dan Hak Cipta. Perlindungan konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar hak atas kekayaan intelektual tidak diatur dalam undang-undang tentang Perlindungan Konsumen, karena hal itu sudah diatur dalam undang-undang yang khusus antara lain undang-undang tentang Paten dan Merek.
Undang-undang Perlindungan Konsumen merupakan aturan yang umum, oleh karenanya apabila telah ada aturan yang khusus mengenai suatu hal misalnya undang-undang yang khusus mengatur tentang perbankan yang mencakup aturan tentang perlindungan konsumen bidang perbankan maka undang-undang perbankanlah yang digunakan.
Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri. Tujuannya, jika ditengarai adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha.
           
Berdasarkan UU Perlindungan konsumen pasal 4, hak-hak konsumen sebagai berikut :

·         Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang/jasa.
·         Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan
                   kondisi serta jaminan yang dijanjikan .
·         Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan  
       barang/jasa.
·         Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.
·         Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
       perlindungan konsumen secara patut.
·         Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
·         Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
       diskrimainatif.
·         Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika barang/jasa
       yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
·         Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
       Disamping hak-hak dalam pasal 4 juga terdapat hak-hak konsumen yang dirumuskan dalam pasal 7, yang mengatur tentang kewajiban pelaku usaha. Kewajiban dan hak merupakan antinomi dalam hukum, sehingga kewajiban pelaku usaha merupakan hak konsumen. selain hak-hak yang disebutkan tersebut ada juga hak untuk dilindungi dari akibat negatif persaingan curang. Hal ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan oleh pengusaha sering dilakukan secara tidak jujur yang dalam hukum dikenal dengan terminologi ” persaingan curang”.
Di Indonesia persaingan curang ini diatur dalam UU No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, juga dalam pasal 382 bis KUHP. Dengan demikian jelaslah bahwa konsumen dilindungi oleh hukum, hal ini terbukti telah diaturnya hak-hak konsumenyang merupakan kewajiban pelaku usaha dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, termasuk didalamnya juga diatur tentang segala sesuatu yang berkaitan apabila hak konsumen, misalnya siapa yang melindungi konsumen (bab VII), bagaimana konsumen memperjuangkan hak-haknya (bab IX, X, dan XI).
Kewajiban Konsumen Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
              Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
                pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
              Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
              Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
               Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.


            SUMBER: 

Hak Kekayaan Intelektual dalam Perekonomian Indonesia


Pengertian Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

Hak Kekayaan Intelektual adalah hak yang timbul dari kemampuan berfikir atau olah pikir yang menghasilkan suatu proses yang berguna untuk manusia. Dalam ilmu hukum, hak kekayaan intelektual merupakan harta kekayaan khususnya hukum benda (zakenrecht) yang mempunyai objek benda inteletual, yaitu benda yang tidak berwujud yang bersifat immaterial maka pemilik hak atas kekayaan intelektual pada prinsipnya dap berbuat apa saja sesuai dengan kehendaknya.

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) ini merupakan berasal dari bahasa Inggris yaitu Intellectual Property Right (IPR). Kata "intelektual" yang berarti bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau hasil pemikiran manusia (The Creations of The Human Mind) dikembangkan oleh WIPO pada tahun 1988. 
           
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah hak eksklusif yang dibe     rikan suatu peraturan kepada seseorang atas karya ciptanya.  Menurut UU yang telah disahkan oleh DPR RI pada tanggal 21 Maret 1997. HAKI adalah hak-hak secara hukum yang berhubungan dengan permasalahan hasil penuman dan kreatifitas seseorang yang berhubungan dengan perlindungan permasalahan reputasi dalam bidang komersial dan jasa dalam bidang komersial (goodwill). Secara sederhana HAKI mencakup Hak Cipta, Hak Paten, dan  Hak  Milik.


Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) termasuk dalam bagian hak atas benda tidak berwujud seperti Paten, Merek, dan Hak Cipta. HAKI sifatnya berwujud, berupa informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra, dan keterampilan yang tidak mempunyai bentuk tertentu. Setiap manusia memiliki hak untuk melindungi atas karya ciptanya, rasa, dan karsa setiap individu maupun kelompok. 

Kita perlu memahami HAKI untuk menimbulkan kesadarn akan pentingnya daya kreasi dan inovasi intelektual sebagai kemampuan yang perlu diraih oleh setiap manusia, siapa saja yang ingin maju sebagai faktor pembentuk kemampuan daya saing dalam penciptaan inovas
kreatif.

Secara umum Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dapat dibagi 2 kelompok, yaitu :
  1. Hak Cipta (Copyrights)
  2. Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights), meliputi :
  • Paten
Paten adalah hak khusus yang diberikan oleh Negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi (dapat berupa proses atau hasil produksi atau penyempurnaan dan pengembangan proses atau hasil produksi), untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya.
  • Merek 
Merek atau merek dagang adalah nama atau simbol yang diasosiasikan dengan produk/jasa dan menimbulkan arti psikologis/asosiasi.
  • Desain Industri
Desain industri adalah seni terapan di mana estetika dan usability (kemudahan dalam menggunakan suatu barang) suatu barang disempurnakan. Desain industri menghasilkan kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna dan warna atau gabungannya, yang berbentuk 3 atau 2 dimensi, yang memberi kesan estetis, dapat dipakai untuk menghasilkan produk, barang, komoditas industri atau kerajinan tangan. Sebuah karya desain dianggap sebagai kekayaan intelektual karena merupakan hasil buah pikiran dan kreatifitas dari pendesainnya, sehingga dilindungi hak ciptanya oleh pemerintah melalui Undang-Undang No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri. Kriteria desain industri adalah baru dan tidak melanggar agama, peraturan perundangan, susila, dan ketertiban umum. Jangka waktu perlindungan untuk desain industri adalah 10 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan Desain Industri ke Kantor Ditjen Hak Kekayaan Intelektual.
  • Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah hal eksklusif yang diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada Pendesain atas hasil kreasinya, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.
  • Rahasia Dagang
Rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan bisnis dimana mempunyai nilai ekonomis karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang.
  • Indikasi Geografis
Indikasi Geografis merupakan suatu tanda yang digunakan pada barang-barang yang memiliki keaslian geografis yang spesifik dan memiliki kualitas berdasar tempat asalnya itu. Pada umumnya, Indikasi Geografis merupakan nama tempat dari asal barang-barang tersebut. Produk-produk pertanian biasanya memiliki kualitas yang terbentuk dari tempat produksinya dan dipengaruhi oleh faktor-faktor lokal yang spesifik, seperti iklim dan tanah. Berfungsi suatu tanda sebagai indikasi geografis merupakan masalah hukum nasional dan persepsi konsumen.

 PRINSIP-PRINSIP HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Prinsip-prinsip yang terdapat di dalam Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah sebagai berikut :
  • Prinsip Ekonomi
Dalam prinsip ekonomi yaitu, hak intelektual berasal dari kreatif yaitu daya pikir manusia dapat diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memberi keuntungan kepada pemilik hak cipta.

Berdasarkan prinsip ini HAKI memiliki manfaat dan nilai ekonomi serta berguna bagi kehidupan manusia. Nilai ekonomi pada HAKI merupakan suatu bentuk kekayaan bagi pemiliknya atau penciptanya yang mendapatkan keuntungan dari kepemilikan terhadap karyanya seperti dalam bentuk pembayaran royalti terhadap pemutaran musik dan lagu hasil ciptaannya.
  • Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan merupakan suatu perlindungan hukum bagi pemilik yang menciptakan sebuah karya suatu hasil dari kemampuan intelektual, sehingga memiliki kekuasaan dalam penggunaan hak      kekayaan  intelektual terhadap karyanya.

Berdasarkan prinsip ini, hukum memberikan perlindungan kepada pencipta berupa suatu kekuasaan untuk bertindak dalam rangka kepentingan yang disebut hak. Pencipta yang menghasilkan suatu karya berdasar kemampuan intelektualnya wajar apabila diakui hasil karyanya.
  • Prinsip Sosial
Prinsip sosial mengatur kepentingan manusia sebagai warga Negara, sehingga hak yang telah diberikan oleh hukum atas suatu karya merupakan satu kesatuan yang diberikan perlindungan berdasarkan keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat.

Berdasarkan prinsip ini, sistem HAKI memberikan perlindungan kepada pencipta tidak hanya untuk memenuhi kepentingan individu, kesatuan itu saja melainkan berdasarkan keseimbangan individu dan masyarakat. Bentuk keseimbangan ini dapat dilihat pada ketentuan fungsi sosial dan lisensi wajib dalam undang-undang hak cipta Indonesia.
  •  Prinsip Kebudayaan
Prinsip kebudayaan merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan, sastra, dan seni dapat meningkatkan taraf kehidupan serta akan memberikan keuntungan bagi masyarakat, bangsa, dan Negara.

 KLASIFIKASI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Secara umum Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
  1. Hak Cipta
Hak Cipta adalah Hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan ciptaannya atau memperbanyak ciptaannya. Berdasarkan UU No. 19 Tahun 2000 Pasal 1 ayat mengenai Hak Cipta ialah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
                               
Hak Cipta termasuk ke dalam benda immateriil, yang dimaksud dengan hak milik yang objek haknya adalah benda tidak berwujud. Sehingga dalam hal ini bukan fisik suatu benda atau barang yang di hak ciptakan, namun apa yang terkandung di dalamnya yang memiliki hak cipta. Contoh dari hak cipta tersebut adalah hak cipta dalam penerbitan buku yang berjudul "Laskar Pelangi". Dalam hak cipta, bukan bukunya yang diberikan hak cipta, namun judul serta isi di dalam buku tersebut yang di hak ciptakan oleh penulis maupun penerbit buku tersebut. Dengan begitu yang menjadi objek dalam hak cipta merupakan ciptaan sang pencipta yaitu setiap hasil karya dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya dalam ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.
           
Dasar hukum UU yang mengatur Hak Cipta antara lain :
  • UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
  • UU No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 No. 15)
  • UU No. 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 No. 42)
  • UU No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU No. 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 No. 29)
2. Hak Kekayaan Industri
                       
Hak Kekayaan Industri adalah hak yang mengatur segala sesuatu milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum. Hak kekayaan industri sangat penting untuk didaftarkan oleh perusahaan-perusahaan karena hal ini sangat berguna untuk melindungi kegiatan industri perusahaan dari hal-hal yang sifatnya menghancurkan seperti plagiatisme tanpa izin dari penciptanya. Dengan di legalkan suatu industri, produk yang dihasilkan dengan begitu industri lain tidak bisa semudah untuk membuat produk yang sejenis dengan mudah. 

Dalam Hak Kekayaan Industri, yang meliputi :

  3. Hak Paten 
Menurut UU No. 14 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, Hak Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Investor atas hasil penemuannya di bidang teknologi untuk waktu tertentu dalam melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau dengan membuat persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. 

Paten hanya diberikan negara kepada penemu yang telah menemukan suatu penemuan baru di bidang teknologi. Pemenuam adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang teknologi, hal yang dimaksud berupa proses, hasil produksi, penyempurnaan, dan pengembangan proses, serta penyempurnaan dan pengembangan hasil produksi

4.  Hak Merek
     
  Pengertian Hak Merek
Berdasarkan pasal 1 UU No. 15 Tahun 2001 tentang merek, merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.

·         Jenis-Jenis Merek

Jenis-jenis merek dapat dibagi menjadi merek dagang, merek jasa, dan merek kolektif.
a)      Merek Dagang
Merek dagang merupakan merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenisnya.
b)     Merek Jasa
Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
c)      Merek Kolektif
Merek kolektif merupakan merek yang digunakan pada barang/jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau hal sejenis lainnya.
d)     Merek yang Tidak Dapat Didaftar
Apabila merek didasarkan atas permohonan dengan iktikad tidak baik maka merek tidak dapat didaftar apabila mengandung salah satu unsur:
o   Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum
o   Tidak memiliki daya pembeda
o   Telah terjadi milik umum.

          SUMBER: